Sabtu, 21 Februari 2009

Mutu Pelayanan Medis.

Salah satu peran utama rumah sakit adalah memberikan pelayanan medis.
Sedangkan salah satu pasal dalam Kode Etik Kedokteren (KODEKI)
menyebutkan bahwa seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan
profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi. Yang dimaksud dengan
ukuran tertinggi adalah yang sesuai dengan perkembangan IPTEK kedokteran,
etika umum, etika kedokteran, hukum dan agama, sesuai tingkat/jenjang
pelayanan kesehatan, serta kondisi dan situasi setempat.
Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran, seorang dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis
dalam melaksanakan praktik kedokteran atau kedokteran gigi wajib memberikan
pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien. Karena itu setiap dokter, dokter
spesialis, dokter gigi dan dokter g igi spesialis dalam
melaksanakan praktik kedokteran atau kedokteran gigi wajib menyelenggarakan
kendali mutu dan kendali biaya, dimana dalam rangka pelaksanaan kegiatan
tersebut dapat diselenggarakan audit medis. Pengertian audit medis adalah upaya
evaluasi secara professional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan
kepada pasien dengan menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh
profesi medis.
Berdasarkan hal tersebut maka audit medis sangatlah penting untuk
meningkatkan mutu pelayanan medis. Audit medis terdiri dari audit internal dan
eksternal. Audit yang dilakukan oleh rumah sakit dalam pedoman ini adalah audit
internal yang merupakan kegiatan yang sistem?k dan dilakukan oleh peer yang
terdiri dari kegiatan review, surveillance dan assessment terhadap pelayanan
medis.
Selain pengertian audit medis tersebut diatas, di rumah sakit khususnya rumah
sakit pendidikan , komite medis dan atau kelompok staf medis sering
menyelenggarakan kegiatan pembahasan kasus.
Pembahasan kasus tersebut antara lain meliputi kasus kematian atau yang lebih
dikenal dengan istilah death case, kasus sulit, kasus langka, kasus kesakitan,
kasus yang sedang dalam tuntutan pasien atau sedang dalam proses pengadilan
dan lain sebagainya. Kasus yang dibahas pada pembahasan kasus tersebut
adalah kasus perorangan/per-pasien dan dilakukan secara kualitatif. Walaupun
pembahasan kasus pada umumnya hanya meliputi review dan assessment,
kurang/tidak ada surveillancenya.
Sedangkan pengertian audit secara u mum meliputi review, assessment dan
surveillance, namun mengingat pembahasan kasus adalah merupakan upaya
evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan
kepada pasien, maka pembahasan kasus adalah merupakan bentuk audit medis
yang sederhana atau tingkat awal.
Dalam menjalankan profesinya di rumah sakit, tenaga medis yaitu dokter, dokter
spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis dikelompokkan sesuai dengan
keahliannya atau cara lain dengan pertimbangan khusus kedalam kelompok s taf
m edis K elompok staf m edis i ni m empunyai fungsi s ebagai pelaksana
pelayanan medis, pendidikan, pelatihan serta penelitian dan pengembangan
pelayanan medis. Sedangkan sebagai pengarah (steering) dalam pemberian
pelayanan medis adalah Komite Medis. Komite Medis merupakan wadah
profesional medis yang keanggotaannya terdiri dari Ketua Kelompok Staf Medis.
Fungsi dan wewenang Komite Medis adalah menegakkan etika dan atau disiplin
profesi medis, dan mutu pelayanan medis berbasis bukti. Karena itu konsep dan
filosofi Komite Medis adalah perpduan antara ketiga komponen yang terdiri dari
Etika, Disiplin Profesi, Mutu Profesi dan Evidence-based Medicine.
Staf m edis sebagai p elaksana pelayanan m edis merupakan profesi mandiri,
karena setiap tenaga medis memiliki kebebasan profesi dalam mengambil
keputusan klinis pada pasien sesuai dengan asas otonomi dalam konsep
profesionalisme. Dalam memutuskan tindakan medis maupun pemberian terapi
kepada pasien harus dilakukan atas kebebasan dan kemandirian profesi dan tidak
boleh atas pengaruh atau tekanan pihak lain. Namun perlu disadari, kebebasan
profesi bukan diartikan kebebasan yang penuh karena tetap terikat dengan
etiF:a/disiplin profesi, mutu profesi dan pelayanan medis berbasis bukti.
Pengembangan upaya peningkatn mutu pelayanan pada saat ini mengarah
kepada patient safety yaitu keselamatan dan keamanan pasien. Karena itu,
penerapan patient safety sangat penting untuk meningkatkan mutu rumah sakit
dalam rangka globalisasi. Dalam World Health Assembly pada tanggal 18 Januari
Januari 2002, WHO Excecutive Board yang terdiri dari 32 wakil dari 191 negara
anggota telah mengeluarkan suatu resolusi yang disponsori oleh ,pemerintah
Inggris, Belgia, Italia dan Jepang untuk membentuk program patient safety yang
terdiri dari 4 aspek utama yakni :
1. Penetapan norma, standar dan pedoman global mengenai pengertian,
pengaturan dan pelaporan dalam melaksanakan kegiatan pencegahan dan
penerapan aturan untuk menurunkan resiko.
2. Merencanakan kebijakan upaya peningkatan pelayanan pasien berbasis bukti
dengan standar global, yang menitikberatkan terutama dalam aspek produk
yang aman dan praktek klinis yang aman sesuai dengan pedoman, medical
product dan medical devices yang aman digunakan serta mengkreasi budaya
keselamatan dan keamanan dalam pelayanan kesehatan dan organisasi
pendidikan.
3. Mengembangkan mekanisme melalui akreditasi untuk mengakui karateristik
provider pelayanan kesehatan bahwa telah melewati benchmark untuk unggulan
dalam keselamatan dan keamanan pasien secara internasional (patient safety
internationally).
4. Mendorong penelitian terkait dengan patient safety.
Keempat aspek diatas sangat erat kaitannya dengan globalisasi bidang kesehatan
yang menitikberatkan akan "mutu". Dengan adanya program keselamatan dan
kemanan pasien (patient safety) tersebut, diharapkan rumah sakit bertanggung jawab
untuk meningkatkan mutu pelayanan dengan standar yang tinggi sesuai dengan
kondisi rumah sakit sehingga terwujudnya pelayanan medik prima di rumah sakit.
Aspek m utu pelayanan medis dirumah sakit berkaitan erat dengan m asalah
medikolegal. Di masa lalu rumah sakit sering dianggap sebagai lembaga sosial yang
kebal hukum berdasarkan "doctrin of charitable immunity", sebab menghukum
rumah sakit untuk membayar ganti rugi sama artinya dengan mengurangi asetnya,
yang pada gilirannya akan mengurangi kemampuannya untuk menolong
masyarakat. Namun dengan terjadinya perubahan paradigma perumahsakitan di
dunia, dimana rumah sakit merupakan institusi yang padat modal, padat teknologi
dan padat tenaga sehingga pengelolaan rumah sakit tidak bisa semata-mata
sebagai unit sosial. Maka sejak saat itu rumah sakit mulai dijadikan sebagai subyek
hukum dan sebagai target gugatan atas perilakunya yang dinilai merugikan.
Gugatan tersebut juga terjadi pada pelayanan medis. Beberapa dokter telah digugat
karena pelayanan yang diberikan tidak memuaskan pasien, karena itu dalam
memberikan pelayanan medis, tenaga medis diharapkan dapat :
1. Memberikan pelayanan medik dengan standar yang tinggi
2. Mempunyai sistem dan proses untuk melakukan monitoring dan meningkatkan
pelayanan meliputi :
a. Konsultasi •yang melibatkan pasien;
b. Manajemen resiko klinis;
c. Audit medis;
d. Riset dan efektivitas;
e. Pengorganisasian dan manajemen staf medis;
f. Pendidikan, pelatihan dan pengembangan profesi berkelanjutan (Continuing
Professional Development/CPD);
g. Memanfaatkan informasi tentang pengalaman, proses dan outcome;
3. Secara efekdf melaksanakan clinical governance yaitu:
a. Adanya komitmen untuk mutu;
b. Meningkatkan mutu pelayanan dan asuhan pasien secara
berkesinambungan;
5
c. Memberikan pelayanan dengan pendekatan yang berfokus pada pasien;
d. Mencegah clinical medical errror;
Upaya peningkatan mutu dapat dilaksanakan melalui clinical governance.
Karena secara sederhana Clinical Governance adalah suatu cara (sistem)
upaya menjamin dan meningkatkan mutu pelayanan secara sistematis dan
efisien dalam organisasi rumah sakit. Karena upaya peningkatan mutu sangat
terkait dengan standar balk input, proses maupun outcome maka penyusunan
indikator mutu klinis yang merupakan standar outcome sangatlah penting.
Sesuai dengan Pedoman Pengorganisasian Staf Medis dan Komite Medis,
masing-masing kelompok staf medis wajib menyusun minimal 3 jenis indikator
mutu pelayanan medis. Dengan adanya penetapan jenis indikator mutu
pelayanan medis diharapkan masing-masing kelompok staf medis melakukan
monitoring melalui pengumpulan data, pengolahan data dan melakukan analisa
pencapaiannya dan kemudian melakukan tindakan koreksi.
Upaya peningkatan mutu pelayanan medis tidak dapat dipisahkan dengan
upaya standarisasi pelayanan medis, karena itu pelayanan medis di rumah sakit
wajib mempunyai standar pelayanan medis yang kemudian perlu ditindaklanjuti
dengan penyusunan standar prosedur operasional. Tanpa ada standar sulit
untuk melakukan pengukuran mutu pelayanan.
Berdasarkan h alt ersebut d iatas m aka a udit m edis a dalah merupakan s alah
satu sistem dan proses untuk melakukan monitoring dan peningkatan mutu
pelayanan medis.
Selain audit medis di rumah sakit juga ada kegiatan audit rekam medis.
Walaupun ada persamaan berkas yang diaudit yaitu berkas rekam medis,
namun ada perbedaan prinsip antara audit medis dengan audit rekam medis.
Audit rekam medis dilakukan oleh sub komite rekam medis dan atau
penanggung jawab unit kerja rekam medis. Audit rekam medis tersebut, terkait
dengan kelengkapan pengisian rekam medis sedangkan audit medis dilakukan
oleh staf medis dengan melihat diagnose dan pengobatan yang terdokumentasi
dalam rekam medis tersebut telah sesuai dengan standar atau belum. Karena itu
audit rekam medis bukan merupakan audit medis